Thursday, December 11, 2014

Tata Cara BersuciI Setelah Haid, Nifas, Istihadhah, Dan Junub


Mandi Sekali Setelah Suci Dari Haid

Dari Adi bin Tsabit (Al Anshari), dari ayahnya dari kakeknya dari Nabi s.a.w. tentang wanita yang menderita darah penyakit, yaitu: “Dia meninggalkan shalat selama hari-hari haidnya, kemudian mandi dan mengerjakan shalat, lalu berwudhu’ untuk setiap kali shalat” Dari ‘Urwah (menurut sebagian Al Muzanni, dan menurut lainnya dia Ibnu Zubair), dari Aisyah r.a.dia berkata: “Fathimah bintu Abi Hubaisy pernah datang kepada Nabi s.a.w. (disebutkannya berita itu). Beliau bersabda: “Kemudian mandilah, lalu berwudhu’lah untuk setiap shalat dan shalatlah !”

A. Ditinjau secara Syariat Islam

Tata cara mandi setelah mengalami perdarahan haid, nifas, junub, atau istihadhah menurut syariat Islam telah dijelaskan melalui petunjuk Nabi Muhammad s.a.w, berdasarkan sabda-sabdanya yang shahih, yaitu : Dari Aisyah r.a, dia berkata : Asma’ binti Syakal r.a bertanya kepada Nabi s.a.w (tentang mandi haid), beliau bersabda , “Salah seorang diantara kalian (wanita) mengambil air dari sidrah -nya. Kemudian dia bersuci (berwudhu) dan membaguskan bersucinya, kemudian dia menuangkan air ke atas kepalanya lalu menggosok-gosokkannya dengan kuat sehingga air sampai pada kulit kepalanya, kemudian dia menyiramkan air ke badannya, lalu mengambil sepotong kain atau kapas yang telah diberi minyak wangi, kemudian dia bersuci (membersihkan tubuhnya) dengannya”. Kemudian Asma’ berkata, “Mahasuci Allah”. Maka Aisyah berkata kepada Asma’, “Engkau mengikuti (mengusap) bekas darah (dengan kapas atau kain itu).” (HR Muslim) Imam An-Nawawi berkata bahwa jumhur ulama’ berkata, “(bekas darah) adalah farji (kemaluan)”. Beliau berkata ,” ..... sunnah bagi wanita yang mandi dari haid adalah mengambil minyak wangi kemudian menuangkannya pada kapas, kain, atau semacamnya, lalu memasukkannya ke farji-nya setelah selesai mandi, hal ini disukai juga bagi wanita-wanita yang nifas karena nifas itu adalah haid.”


Ø Syarat-Syarat Mandi

  • Niat.
  • Beragama Islam.
  • Berakal sehat.
  • Tamyiz
  • Air yang dipakai suci dan mubah.
  • Tidak ada hal-hal yang menghalangi sampainya air ke kulit.
  • Telah berhentinya hal-hal yang mewajibkan mandi.

Ø Tata Cara Mandi
  • Berniat di dalam hati. Hal ini berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan dari Umar bin Khathab: Rasulullah s.a.w bersabda, “Sesungguhnya amalan-amalan seseorang bergantung pada niatnya dan seseorang akan mendapatkan balasannya sesuai dengan niatnya”. (HR Bukhari dan Muslim.
  • Membaca basmalah Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah (HR Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad, dan Al-Albani)
  • Mencuci telapak tangan dahulu sebanyak 3 kali Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Maimunah (HR Bukhari Muslim)
  • Mencuci kemaluan dengan tangan kirinya Seseorang yang mandi haid atau junub hendaknya mencuci kemaluannya dengan tangan kiri. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Maimunah (HR Bukhari Muslim).
  • Membersihkan tangan kirinya Seseorang yang mandi haid atau junub hendaklah mencuci tangan kirinya setelah digunakan untuk mencuci kemaluannya dengan cara sebagai berikut:
  1. Menggosok-gosokkan tangan kiri tersebut ke tanah, lalu mencucinya, berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Maimunah (HR Bukhari Muslim).
  2. Mencucinya dengan air sabun. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Aisyah r.a., dia berkata,”Asma’ binti Syakal r.a.bertanya kepada Nabi s.a.w. (tentang mandi haid), beliau bersabda, “Salah seorang di antara kalian (wanita) mengambil air dari sidrah-nya .....” (HR Muslim dan Al-Albani).
  • Berwudhu Seseorang yang hendak mandi haid atau junub, setelah mencuci kemaluannya, hendaklah berwudhu secara sempurna sebagaimana berwudhu ketika hendak shalat. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Aisyah r.a. (HR Bukhari Muslim) atau boleh juga berwudhu dengan membasuh kaki di akhir rangkaian mandi, berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Aisyah r.a. dan Maimunah r.a. (HR Bukhari).
  • Menyela-nyela rambut dengan air secara merata dan menyiramkannya ke kepala Seseorang yang hendak mandi haid atau junub, hendaklah menyela-nyelai rambut dengan air secara merata, lalu menyiramkannya ke kepala sebanyak tiga kali sepenuh dua telapak tangan. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Maimunah r.a. (HR Bukhari).
Ketika menyiramkan kepala, hendaklah dimulai dari kepala bagian kanan, kiri, kemudian bagian tengahnya. Hal ini berdasarkan hadits yang driwayatkan dari Aisyah r.a., “Kami (para isteri Nabi s.a.w.) apabila salah seorang diantara kami junub maka dia mengambil (air) dengan kedua telapak tangannya tiga kali lalu menyiramkannya ke bagian tubuh yang kanan dan dengan tangan yang lain (menyiramkannya) ke bagian tubuh yang kiri” (HR Bukhari Muslim).

Ibnu Hajar Al-Atsqalani berkata, “Hadits ini mempunyai hukum marfu’ karena lahirnya adalah bahwa Nabi s.a.w. mengetahui hal yang demikian itu. Bagi wanita yang hendak mandi haid atau junub dibolehkan tidak melepas ikatan rambutnya. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ummu Salamah r.a., ia berkata, “Wahai Rasulullah, saya suka mengikat rambut. Apakah saya harus melepaskannya ketika mandi junub?” Rasulullah s.a.w. menjawab, “Tidak, kamu cukup menyiramkan air pada kepala tiga kali, selanjutnya meratakannya ke seluruh tubuh. Dengan cara begitu kamu telah suci.” (HR Muslim, Abu Daud, Turmudzi, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah)

Setelah mandi wajib karena haid, seorang wanita dianjurkan melepaskan ikatan rambutnya. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Aisyah r.a., ia berkata, “Aku mendapati hari Arafah dalam keadaan haid maka aku mengadu kepada Rasulullah s.a.w. kemudian beliau bersabda, “Tinggalkanlah rangkaian ibadah umrahmu, lepaskanlah ikatan (uraikanlah) rambutmu (setelah mandi) dan sisirlah rambutmu”. (HR Bukhari) I

Imam Bukhri telah memasukkan hadits ini dalam bab “Naqdhul Mar’ati Sya’roha ‘Inda Ghuslil Mahidhi” dan mengatakan bahwa pengambilan dalil dengan hadits ini tidaklah sempurna karena yang datang dalam hadits Aisyah r.a. ini bukanlah mandi haid. Aisyah r.a. hanya diperintahkan mandi untuk melakukan ihran dalam haji, padahal dalam keadaan haid (belum suci). Jadi, hal ini adalah mandi (untuk) kebersihan bukan mandi dari haid. Hal ini menunjukkan bahwa dalil pada hadits tersebut belum dapat dijadikan hujjah tentang wajibnya menguraikan jalinan rambut pada saat mandi haid dan sebagian ahli ‘ilmi telah mengisyaratkan akan hal tersebut.

Jika menguraikan rambut adalah wajib, beliau pasti menyebutkannya karena tidak boleh mengakhirkan penjelasan dari saat (waktu) kebutuhan. Musthofa Al-‘Adawy berkata (dinukil dari Ibnu Qudamah), “Wanita menyukai untuk menguraikan jalinan rambutnya apabila mandi dari haid, tetapi hal ini tidaklah wajib. Hal ini adalah pendapat kebanyakan ahli fiqih dari shahih” .

Mandi dari haid seperti mandinya dari junub, keduanya tidak berbeda. Musthofa Al-‘Adawy berkata, “Wajib bagi wanita untuk menetapkan sampainya air ke pangkal rambutnya pada waktu mandinya dari haid, baik dengan menguraikan jalinan rambut maupun tidak. Apabila airnya tidak sampai pada pangkal rambut, kecuali dengan menguraikan jalinan rambut, dia (wanita tersebut) menguraikannya (bukan karena menguraikan jalinan rambut adalah wajib) agar ia dapat sampai ke pangkal rambutnya.

Menurut pendapat yang paling mendekati kebenaran dan rajih adalah seorang wanita yang mandi junub, tidak wajib menguraikan rambutnya terlebih dahulu, sedangkan seorang wanita yang mandi haid, wajib menguraikan rambutnya terlebih dahulu dan wajib bagi seorang wanita jika telah bersih dari haid untuk mandi dengan membersihkan seluruh anggota badan, sampai ke pangkal rambut. h. Menyiramkan air ke seluruh tubuh Seseorang yang mandi haid, nifas, atau junub, diwajibkan meratakan air ke seluruh tubuhnya. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Aisyah r.a. dan Maimunah r.a. (HR Bukhari Muslim). Kemudian ketika menyiramkan air ke tubuh hendaknya dimulai dari tubuh bagian kanan, kemudian bagian kiri. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Aisyah r.a. “Sesungguhnya Nabi s.a.w. suka mendahulukan bagian yang kanan ketika memakai sandal, menyisir rambut, bersuci, dan dalam segala urusan beliau.” (HR Bukhari Muslim) Seseorang yang mandi haid juga hendaknya menggosok-gosokkan bagian tubuhnya yang tidak mudah terjangkau air. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Aisyah r.a., “ ..... kemudian dia menyiramkan air ke atas kepalanya, lalu dia gosok-gosokkan kepala (agar airnya merata).” (HR Muslim dan Ibnu Taimiyah) i.


  • Bergeser dari tempat semula membasuh kaki dan mengelap badan dengan kain yang wangi Menjelang selesai mandi, sebelum membasuh kedua kaki, seseorag yang mandi hadi, nifas, atau junub dianjurkan bergeser sedikit dari tempat semula, lalu membasuh kedua kakinya. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Maimunah r.a. (HR Bukhari Muslim).

Jika telah selesai mandi, dianjurkan seseorang tidak mengelap badannya dengan handuk ataupun kain lap lainnya. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Maimunah r.a., dia berkata, “..... lalu saya mengambilkan sapu tangan, tetapi beliau menolaknya. Beliau tidak mau mengelap tubuhnya dengan sapu tangan tadi.” Beliau menganjurkan mengelap badannya, terutama kemaluannya dengan menggunakan secarik kain atau kapas (atau sejenisnya) yang telah diberi minyak wangi kemudian mengusap bekas darah (pada farji-nya) dengannya. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Aisyah r.a., “Asma’ binti Syakal r.a. bertanya kepada Nabi s.a.w. (tentang mandi hadi), beliau bersabda. “Salah seorang di antara kalian (wanita) mengambil air dari sidrah-nya.

Kemudian dia bersuci, ..... lalu mengambil sepotong kain atau kapas yang telah diberi minyak wangi, kemudian dia bersuci (membersihkan tubuhnya) dengannya.” Kemudian Asma’, “Engkau mengikuti (mengusap) bekas darah (dengan kapas atau kain itu).” (HR Muslim dan Al-Albani) Aisyah r.a. berkata, “(Ada) seorang wanita bertanya kepada Nabi s.a.w. mengenai (tata cara) mandinya haid. Maka beliau memerintahkannya tata cara bersuci, dan beliau bersabda, “Hendaklah dia mengambil sepotong kapas atau kain yang diberi minyak wangi kwmudian bersuciah dengannya”. (kemudian) wanita tersebut menjawab, “Bagaimana (caranya) aku bersuci dengannya?”. Beliau bersabda, “Mahasuci Allah, bersucilah!” Maka Aisyah menarik wanita itu kemudian berkata, “Ikutilah (usaplah) olehmu bekas darah itu dengan (potongan kapas atau kain)nya”. (HR Muslim dan Al-Albani)

Rasulullah juga menganjurkan agar tidak berlebihan atau terlalu sedikit dalam menggunakan air. Air juga dapat digunakan untuk menghilangkan bekas (bercak) darah haid yang menmpel pada pakaian. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Ummu Qois binti Minshon. Aku bertanya kepada Nabi s.a.w. tentang darah yang mengenai pakaian. Beliau s.a.w. bersabda, “Keriklah dengan kuku dan cukuplah kamu gunakan air dan daun bidara (untuk membasuhnya)”. (HR Bukhari, Muslim, dan Al-Albani)

B. Ditinjau Secara Medis

Tata cara pembersihan daerah kemaluan pasca perdarahan haid, nifas, istihadhah, atau junub secara umum hampir sama seperti pembersihan tubuh secara keseluruhan, dengan urutan-urutannya adalah menyiapkan persiapan perlatan mandi, mencuci tangan, mencuci seluruh tubuh (mandi), dan mengeringkan seluruh bagian tubuh.

1. Persiapan Peralatan Mandi

a. Penyediaan air yang bersih (jernih), mengalir, tidak berbau, dengan jumlah secukupnya di dalam suatu tempat pemandian yang tertutup dan telah dilengkapi dengan fasilitasnya, terutama saluran pembuangannya.

b. Sediakan dan letakkan sabun (pada tempat sabun yang kering).

c. Alat-alat mandi lainnya, terutama wadah berisi cairan antiseptik dan 2 handuk bersih dan kering di tempat yang kering. Sabun yang akan digunakan tidak harus sabun yang mengandung zat antibakteri (antiseptik) karena menurut suatu studi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara sabun biasa dan sabun yang mengandung zat antibakteri (antiseptik).

2. Pencuci Tangan

Pada tahap awal pencucian daerah kemaluan yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah langkah-langkah berikut ini.

a. Cuci kedua tangan yang akan digunakan untuk mandi dan terutama untuk` mencuci daerah kemaluan tubuh.

b. Siapkan gayung yang telah berisi air (yang mungkin telah diberikan cairan antiseptik sebelumnya) atau keluarkan air dari kran shower, lalu siramlah air tersebut untuk mencuci tangan.

c. Cuci tangan dengan menggosok-gosokkan semua permukaan kedua tangan (sebaiknya sampai batas kedua siku tangan) dengan air yang telah diberikan cairan antiseptik sebelumnya atau dengan mengalirkan air disertai dengan mengoleskan kedua tangannya dengan sabun yang tersedia secara maksimal selama minimal 2 menit dan maksimal 10 menit.

d. Bilas kedua tangan yang telah dicuci tersebut dengan air mengalir yang telah tersedia.

e. Keringkan kedua tangan tersebut dengan salah satu handuk yang bersih dan kering, yang telah tersedia sebelumnya. Setelah dipakai untuk mengeringkan kedua tangan, sebaliknya handuk yang telah dipakai tersebut jangan digunakan kembali.

3. Pencucian Daerah Kemaluan

Pada tahap pencucian daerah kemaluan dimulai dengan langkah-langkah berikut:

a. Menyiramkan daerah kemaluan dan sekitarnya, terutama vagina dan vulva dengan air mengalir yang telah tersedia.

b. Bersihkan permukaan kulit dari sisa-sisa kotoran, terutama bekuan darah yang masih menempel di daerah kemaluan dan sekitar genitalia eksternalnya.

c. Usap dan oleskan secukupnya dengan sabun pada daerah sekitar genitalia eksternal sambil menggosok-gosokkannya dengan telapak tangan secara lembut, perlahan, dan optimal, dimulai dari daerah kemaluan bagian dalam (liang vagina) ke bagian luarnyadan daerah sekitar kemaluan.

d. Daerah kemaluan dan sekitarnya yang telah dibersihkan dengan sabun, dicuci dengan air mengalir yang telah tersedia.

e. Lakukan hal-hal tersebut berulang-ulang (secukupnya) sampai dirasakan sisa-sisa kotoran yang menempel di daerah kemaluan bagian dalam (dari vagina) sampai bagian luar dan sekitarnya telah hilang dan bersih.

f. Lakukan pencucian kedua tangan kembali seperti sebelumnya dengan air mengalir yang telah tersedia.

g. Siram dan cuci tubuh secara menyeluruh (mandi).

4. Pencucian Seluruh Tubuh

Tahap selanjutnya adalah melakukan penyiraman air dan pencucian tubuh secara menyeluruh dengan menggunakan air mengalir yang telah tersedia, diikuti penyabunan dan pembilasan tubuh secara menyeluruh kembali dengan air mengalir yang telah tersedia sebelumnya, seperti melakukan aktivitas mandi pada umumnya.

5. Pengeringan Seluruh Bagian Tubuh

Tahap terakhir dari pencucian tersebut adalah pengeringan seluruh bagian tubuh dengan salah satu handuk bersih dan kering yang masih tersedia secara perlahan dan maksimal, terutama di daerah kemaluan dan sekitarnya, serta daerah lipatan-lipatan pada tubuh (seperti daerah selakangan paha dan ketiak). Jangan biarkan sisa-sisa cairan mandi tersebut masih menepel pada tubuh, terutama pada daerah kemaluan dan sekitarnya atau daerah lipatan-lipatan pada tubuh karena akan menimbulkan keadaan lembap, selanjutnya dapat menimbulkan infeksi jamur pada tubuh.


DAFTAR PUSTAKA


Bey Arifin H. dan A. Shyinqithy Djamaluddin, “Terjemahan Sunan Abu Dawud”, CV. Asy-Syifa’ : Semarang, 1992.
Hendrik, M.Kes. Dr. H. “Problema Haid”, Tiga Serangkai : Solo, 2006.




Atikel Terkait

Tata Cara BersuciI Setelah Haid, Nifas, Istihadhah, Dan Junub
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan video di atas? Silakan berlangganan gratis via email