Friday, January 30, 2015

Manusia Menurut Pendidikan Islam

Manusia merupakan makhluk yang sangat menarik. Oleh karena itu, manusia dan berbagai hal dalam dirinya sering menjadi perbincangan diberbagai kalangan. Hampir semua lemabaga pendidikan tinggi mengkaji manusia, karya dan dampak karyanya terhadap dirinya sendiri, masyarakat dan lingkungan tempat tinggalnya. Para ahli telah mencetuskan pengertian manusia sejak dahulu kala, namun sampai saat ini belum ada kata sepakat tentang pengertian manusia yang sebenarnya. Hal ini terbukti dari banyaknya sebutan untuk manusia, misalnya homo sapien (manusia berakal), homo economices (manusia ekonomi) yang kadangkala disebut Economical Animal (Binatang ekonomi), dan sebagainya.

Agama islam sebagai agama yang paling baik tidak pernah menggolongkan manusia kedalam kelompok binatang. Hal ini berlaku selama manusia itu mempergunakan akal pikiran dan semua karunia Allah SWT dalam hal-hal yang diridhoi-Nya. Namun, jika manusia tidak mempergunakan semua karunia itu dengan benar, maka derajad manusia akan turun, bahkan jauh lebih rendah dari seekor binatang. Hal ini telah dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 179.

Sangat menariknya pembahasan tentang manusia inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengulas sedikit tentang Manusia Menurut Pandangan Islam.

1. Konsep Manusia Menurut Ajaran Islam

A. Manusia menurut Al-Qur’an

Manusia adalah makhluk ciptaan Allah, ia berkembang dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungannya, ia berkecenderungan beragama. Itulah antara lain hakikat manusia, hakekat wujud manusia yang lain ialah bahwa manusia itu makhluk utuh yang terdiri atas jasmani, akal, dan rohani sebagai potensi pokok.

Di dalam diri manusia terdapat tiga kemampuan yang sangat potensial untuk membentuk struktur kerohanian, yaitu

1) Nafsu merupakan tenaga potensial yang berupa dorongan untuk berbuat kreatif dan dinamis yang dapat berkembang ke dua arah, yaitu kebaikan dan kejahatan. Sebagaimana Firman Allah dalam surat as – Syam 8 : yang artinya :
“ maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu ( jalan ) kesesatan dan ketkwaan “

2) Akal sebagai potensi intelegensi berfungsi sebagai filter yang menyeleksi mana yang benar dan mana yang salah yang mendorong manusia untuk memahami, meneliti dan menghayati alam dalam rangka memperoleh ilmu pengetahuan dan kesejahteraan.

3) Rasa merupakan potensi yang mengarah kepada nilai – nilai etika, estetika dan agama. “ Sesungguhnya orang yang mengatakan : tuhan kami adalah Allah, kemudian mereka berIstikomah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada pula berduka “ ( Qs Al Ahqaf : 13 )

Ketiga potensi dasar diatas membentuk struktur kerohanian yang berada dalam diri manusia yang kemudian membentuk manusia sebagai insane yang kamil ( sempurna ).

B. Konsep manusia

Ada 3 teori dalam konsepsi manusia yaitu :

· Pertama yaitu Teori Evolusi.

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh seorang sarjana Perancis J.B de Lamarck yang menyatakan bahwa kehidupan berkembang dari tumbuh – tumbuhan menuju binatang dan dari binatang menuju manusia.

Teori ini merupakan perubahan atau perkembangan secara perlahan – lahan dari tidak sempurna menjadi perubahan yang sempurna.

· Kedua yaitu Teori Revolusi

Teori revolusi ini merupakan perubahan yang amat cepat bahkan mungkin dari tidak ada menjadi ada. Teori ini sebenarnya merupakan kata lain untuk menanamkan
pandangan pencipta dengan kuasa Tuhan atas makhluk-Nya. Pandangan ini gabungan pemikiran dari umat manusia yang berbeda keyakinan yaitu umat Kristen dan umat Islam tentang proses kejadian manusia yang dihubungkan dengan keMaha Kuasaan Tuhan.

· Ketiga yaitu Teori Evolusi Terbatas.

Teori ini adalah gabungan pemikiran dari pihak-pihak agama yang berlandaskan dengan alasan-alasan serta pembuktian dari pihak sarjana penganut teori evolusi.
Seperti yang dikemukakan oleh FransDahler, yang mengakui bahwa tumbuh-tumbahan, binatang, dan manusia selama ribuan atau jutaan tahun yang benar-benar mengalami mutasi (perubahan) yang tidak sedikit.

Menurut Al-Syaibani, manusia dikelompokkan menjadi delapan definisi,antara lain :

  • Manusia sebagai makhluk Allah yang paling mulia dimuka bumi
  • Manusia sebagai khalifah dimuka bumi.
  • Insan manusia sebagai makhluk sosial yang berbahasa.
  • Insan yang mempunyai tiga dimensi yaitu badan, akal, dan ruh
  • Insan dengan seluruh perwatakannya dan ciri pertumbuhannya adalah hasil pencapaian dua factor, yaitu faktor warisan dan lingkungan.
  • Manusia mempunyai motivasi, kecenderungan, dan kebutuhan permulaan baik yang diwarisi maupun yang diperoleh dalam proses sosialisasi.
  • Manusia mempunyai perbedaan sifat antara yang satu dengan yang lainnya.

2. Posisi Manusia Sebagai Makhluk Paling Mulia

“Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak adam (manusia) dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami melebihkan mereka atas makhluk-makhluk yang Kami ciptakan, dengan kelebihan yang menonjol” ( QS. Al Isra 70).

Manusia diciptakan Allah sebagai penerima sekaligus pelaksana amanat-Nya. Oleh karena itu, manusia ditempatkan pada posisi dan kedudukan yang mulia. Dilihat dari sisi biologis manusia diciptakan dalam bentuk yang sempurna, sementara dari segi psikologisnya manusia juga ditempatkan sebagai makhluk yang mulia.

Manusia diciptakan Allah sebagai penerima sekaligus pelaksana amanat-Nya. Oleh karena itu manusia ditempatkan pada posisi dan kedudukan yang mulia. Dilihat dari sisi biologis manusia diciptakan dalam bentuk yang sempurna, sementara dari segi psikologisnya manusia juga ditempatkan sebagai makhluk yang mulia.

Kedudukan mulia makhluk manusia tersebut merupakan sesuatu yang bersifat kodrati. Bukan karena kemauan dan kehendak manusia,akan tetapi kehendak (iradat) Allah, sang khalik. Untuk itu manusia dilengkapi oleh Allah dengan akal pikiran dan perasaan untuk mempertahankan kedudukannya sebagai makhluk yang mulia. Akal yang berpusat di otak berfungsi untuk berfikir. Sedangkan perasaan pusatnya di hati yang berfungsi untuk merasa.

Dengan akal dan pikiran manusia bisa menerima dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Dalam bahasa praktisnya, usaha kearah itu adalah proses dan aktivitas kependidikan. Jadi dari tujuan ini,kemuliaan manusia ditentukan dari dan karena memiliki akal, perasaan, serta ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

Selanjutnya dengan kemampuan yang dimilikinya, Allah menyuruh manusia untuk berfikir tentang fenomena alam semesta (QS.al-Hajj [22]:46), tentang dirinya sendiri (QS.al-Dzariyat [51]:21), tentang fauna, langit dan bumi (QS.al-Ghasiyah [88]:17-20).

Sebagai makhluk berakal, manusia selalu menggunakan akalnya untuk mengetahui sesuatu. Hasil dari mengetahui tersebut merupakan ilmu pengetahuan. Manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan, menurut al-Qur’an, padanya akan diberi kemuliaan dengan ditinggikan derajatnya. Jadi jelaslah bahwa manusia itu mulia dalam pandangan Allah karena iman dan ilmunya, sehingga dengan dasar itu dapat mengantarkannya untuk mendapat kebahagiaan di dunia, bahkan di alam akhirat kelak. Sebagai akibat manusia menggunakan akal, perasaan serta ilmu pengetahuannya, terwujudlah kebudayaan baik dalam bentuk sikap, tingkah laku, maupun berupa benda. Karena itu manusia disebut sebagai makhluk yang berbudaya, karena manusia diberkati kemampuan untuk menciptakan nilai kebudayaan, serta mewariskannya kepada generasi berikutnya.

Kemampuan manusia menciptakan, mewariskan dan menerima kebudayaan itulah yang menyebabkan dirinya sebagai makhluk Allah yang memiliki derajat berbeda dengan makhluk lainnya dan menempatkan manusia pada posisi yang luhur dan mulia.

3. Status Manusia Sebagai Khalifah Fil Ardli

Manusia adalah makhluk yang termulia di antara makh­luk-makhluk yang lain (Q.S. al-Isra’: 70) dan ia dijadikan oleh Allah dalam sebaik-baik bentuk/kejadian, baik fisik maupun psikhisnya (Q.S. al-Tin: 5), serta dilengkapi dengan berbagai alat potensial dan potensi-potensi dasar (fitrah) yang dapat dikembangkan dan diaktualisasikan seoptimal mungkin melalui proses pendidikan. Karena itulah maka sudah selayaknya manusia menyandang tugas sebagai khalifah Allah di muka bumi.

Yang dimaksud dengan tugas ini adalah bahwa manusia memilki kewajiban untuk mengelola, merawat, dan memelihara bumi dengan sebaik-baiknya. Segala sesuatu yang ada di dunia ini telah ditaklukkan Allah bagi manusia, Hewan, tumbuhan, binatang, bumi dengan segala apa yang terpendam di dalamnya. Allah memberikan perintah ini dapat kita simak dalam firman Allah, “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ Mereka berkata, ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Tuhan Berfirman, ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.’ “ (QS. Al-Baqarah : 2)

Tugas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi sebagaimana yang tersebut di atas yakni menyangkut tugas mewujudkan kemakmuran di muka bumi (Q.S. Hud : 61), serta mewujudkan keselamatan dan kebahagiaan hidup di muka bumi (Q.S. al-Maidah : 16), dengan cara beriman dan beramal saleh (Q.S. al-Ra’d : 29), bekerja­sama dalam menegakkan kebenaran dan bekerjasama dalam mene­gakkan kesabaran (Q.S. al-’Ashr : 1-3). Karena itu tugas kekhalifahan merupakan tugas suci dan amanah dari Allah sejak manusia pertama hingga manusia pada akhir zaman yang akan datang, dan merupakan perwujudan dari pelaksanaan pengabdian kepadaNya (’abdullah).

Tugas-tugas kekhalifahan tersebut menyangkut: tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri, tugas kekhalifahan dalam keluarga/rumah tangga, tugas kekhalifahan dalam masyarakat, dan tugas kekhalifahan terhadap alam.

Tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri meliputi tugas-tugas:

1) Menuntut ilmu pengetahuan (Q.S.al-Nahl: 43), karena manusia itu adalah makhluk yang dapat dan harus dididik/diajar (Q.S. al-Baqarah: 31) dan yang mampu mendi­dik/mengajar (Q.S. Ali Imran: 187, al-An’am: 51);

2) Menjaga dan memelihara diri dari segala sesuatu yang bisa menimbulkan bahaya dan kesengsaraan (Q.S. al-Tahrim: 6) termasuk di dalamnya adalah menjaga dan memelihara kesehatan fisiknya, memakan makanan yang halal dan sebagainya; dan

3) Menghiasi diri dengan akhlak yang mulia. Kata akhlaq berasal dari kata khuluq atau khalq. Khuluq merupakan bentuk batin/rohani, dan khalq merupakan bentuk lahir/ jasmani. Keduanya tidak bisa dipisahkan, dan manusia terdiri atas gabungan dari keduanya itu yakni jasmani (lahir) dan rohani (batin). Jasmani tanpa rohani adalah benda mati, dan rohani tanpa jasmani adalah malaikat. Karena itu orang yang tidak menghiasi diri dengan akhlak yang mulia sama halnya dengan jasmani tanpa rohani atau disebut mayit (bangkai), yang tidak saja membusukkan dirinya, bahkan juga membusukkan atau merusak lingkungannya.

Tugas kekhalifahan dalam keluarga/rumah tangga meliputi tugas membentuk rumah tangga bahagia dan sejahtera atau keluarga sakinah dan mawaddah wa rahmah/cinta kasih (Q.S. ar-Rum: 21) dengan jalan menyadari akan hak dan kewajibannya sebagai suami-isteri atau ayah-ibu dalam rumah tangga.

Tugas kekhalifahan dalam masyarakat meliputi tugas-tugas : (1) mewujudkan persatuan dan kesatuan umat (Q.S. al-Hujurat: 10 dan 13, al-Anfal: 46); (2) tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan (Q.S. al-Maidah: 2); (3) menegakkan keadilan dalam masyarakat (Q.S. al-Nisa’: 135); (4) bertanggung jawab terhadap amar ma’ruf nahi munkar (Q.S. Ali Imran: 104 dan 110); dan (5) berlaku baik terhadap golongan masyarakat yang lemah, termasuk di dalamnya adalah para fakir dan miskin serta anak yatim (Q.S. al-Taubah: 60, al-Nisa’: 2), orang yang cacat tubuh (Q.S. ’Abasa: 1-11), orang yang berada di bawah penguasaan orang lain dan lain-lain.

Sedangkan tugas kekhalifahan terhadap alam (natur) meliputi tugas-tugas:

1) Mengkulturkan natur (membudaya­kan alam), yakni alam yang tersedia ini agar dibudayakan, sehingga menghasilkan karya-karya yang bermanfaat bagi kemaslahatan hidup manusia;

2) Menaturkan kultur (mengalam­kan budaya), yakni budaya atau hasil karya manusia harus disesuaikan dengan kondisi alam, jangan sampai merusak alam atau lingkungan hidup, agar tidak menimbulkan malapetaka bagi manusia dan lingkungannya; dan

3) MengIslamkan kultur (mengIslamkan budaya), yakni dalam berbudaya harus tetap komitmen dengan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil-’alamin, sehingga berbudaya berarti mengerahkan segala tenaga, cipta, rasa dan karsa, serta bakat manusia untuk mencari dan mene­mukan kebenaran ajaran Islam atau kebenaran ayat-ayat serta keagungan dan kebesaran Ilahi.

Maka setidaknya ada beberapa perilaku positif yang harus dimiliki seorang khalifah, yaitu tidak membuat kerusakan di muka bumi. Kerusakan ini meliputi seluruh keburukan yang diperbuat oleh manusia, seperti melakukan kerusakan terhadap lingkungannya (melakukan pembabatan hutan secara illegal dan perbuatan buruk lainnya yang sejenis.), atau menjerumuskan diri sendiri dan orang lain ke dalam kubangan narkoba dan pergaulan bebas. Seorang khalifah juga tidak akan menumpahkan darah sesama manusia dengan sangat mudah. Ini juga memiliki pengertian membunuh karakter saudara kita yang lain dengan melakukan fitnah dan adu domba diantara sesama manusia. Dan tentunya seorang khalifah juga mertupakan seorang manusia yang rajin beribadah kepada Allah SWT dan selalu mengekalkan kebaikan di sepanjang hidupnya. Jika seorang khalifah mampu bertindak seperti disebutkan di atas, kehidupan di bumi dapat berlangsung penuh kebahagiaan dan kedamaian.

4. Manusia Sebagai Makhluk Pedagogik

Salah satu karakteristik pendidikan Islam ialah paradigmanya yang tidak hanya memandang manusia sebagai objek pendidikan tapi juga sebagai pelaku pendidikan. Dengan kata lain kita dapat mengatakan bahwa Manusia adalah makhluk pedagogik yang diciptakan oleh Allah swt. Dengan membawa potensi dapat dididik dan mendidik. Potensi ini pulalah yang kemudian mengantar manusia mendapat kepercayaan atau amanah sebagai khalifah.

Potensi yang dimiliki setiap insan untuk mencari atau menemukan kebenaran melalui proses belajar mengajar itu berarti bahwa manusia memerlukan pendidikan, juga berarti bahwa setiap orang berpotensi untuk dididik dan mendidik. Teori nativis dan empiris yang ditemukan oleh Kerschenteiner dengan teori konvergensinya, telah membuktikan bahwa manusia itu adalah makhluk yang dapat didik dan mendidik.

Manusia sebagai makhluk yang dapat dididik dan mendidik (homo- educadum) diimplementasikan dalam kegiatan pendidikan yang didalamnya terdapat pendidik dan peserta didik sebagai obyek utama pendidikan. Peserta didik dalam perspektif pendidikan sering disebut sebagai manusia yang belum dewasa, maka ia memerlukan pertolongan dari orang lain yang dianggap dewasa.

Anak didik adalah salah satu bagian yang terpenting dalam proses pendidikan. Hal tersebut mengingat, fokus utama proses pendidikan adalah pembentukan anak didik menjadi manusia- manusia baru. Menjadikannya menyadari tentang potensi-potensi kemanusiaan yang dimiliki, dan menggunakan potensinya itu sesuai dengan norma budaya dan agama yang dianutnya.

Pada tahap kelanjutan pendidikan anak didik diharapkan menyadari eksistensinya sebagai manusia atau lebih tepatnya sebagai hamba yang harus mengenal penciptanya dan tunduk kepadaNya. Fitrah atau potensi yang dimiliki setiap manusia akan mengantarkan pada hakikat dari tujuan hidupnya yang bermuara pada penemuan jati dirinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terminal akhir dari proses pendidikan adalah menjadikan peserta didik sebagai manusia yang memiliki bekal ilmu, iman, dan amal.

Keharusan anak dalam mendapatkan pendidikan didasari atas fitrah anak sebagai manusia yang memiliki kecenderungan kepada pencarian pada hal-hal yang positif (hanif) oleh karena pendidikan harus memiliki tugas mengembangkan potensi itu sehingga diharapkan dapat menemukan kebenaran hakiki dan universal. Sedang pendidik adalah mereka yang dkategorikan sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan kepada pesrta didik dalam arti membantunya dalam mengembangkan potensi atau fitrahnya dalam menemukan kebenaran dan mencapai tingkat kedewasaan.

Berangkat dari sebuah tanggung jawab dalam menjalankan amanah sebagai pendidik merupakan bukti nyata dari tugas kekhalifahan. Amanah ini harus diterjemahkan secara mendalam mengingat potensi yang dianugrahkan kepada manusia mencakup semua aspek pencapaian secara paripurna. Manusia yang lahir tanpa mengetahui apa-apa selain dari fitrah yang mendasarinya menjadi tahu tidak berjalan secara instan tetapi melalui proses pendidikan. Proses pendidikan akan melahirkan setiap generasi pelanjut dalam menyambung tugas kekhalifaan.

Dengan dasar ini, manusia wajib mewariskan ilmu pengetahuan yang dimiliki melalui kegiatan pendidikan. Kewajiban orang tua dalam hal pendidikan menjadi hal yang sangat esensi bagi kehidupan anak didik, peranan orang tua sebagai pendidik akan menentukan perjalanan anak didiknya dalam menemukan dan mengembangkan potensi yang dimilikinya. Hal ini sejalan dengan perkataan Rasulullah bahwa setiap anak yang lahir dalam keadaan fitrah, tegantung kepada kedua orang tuanya apa anak mau diarahkan ke Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Hal ini memberi makna bahwa orang tua selaku pendidik memiliki tanggung jawab yang besar dalam membimbing, mengarahkan, dan menemukan jati diri setiap anak didiknya.

Dalam hal fungsi dan peranan guru sebagai penyusun skenario pendidikan dapat ditinjau dari dua alasan utama; Pertama, Transmisi pengetahuan dan kecakapan, bersumber dari pendidik. Untuk pelaksanaannya, pengetahuan pendidik tentang konten dan materi harus lebih dari cukup begitu pula tekhnik penyampaiannya. Kedua Pengembangan kemampuan berfikir kritis pada subjek didik juga bersumber dari pendidik

Kesimpulan

Hakikat kejadian manusia, manusia sendiri berasal dari saripati tanah, lalu menjadi nutfah, alaqah, dan mudgah sehingga akhirnya menjadi makhluk yang paling sempurna yang memiliki berbagai kemampuan.

Fungsi utama manusia adalah sebagai khalifah di muka bumi ini dan perannya sebagai khalifah sebagaimana yang ditetapkan Allah SWT mencakup tiga poin yaitu belajar, mengajarkan ilmu, dan membudayakan ilmu. Tenggung jawab manusia sebagai khalifah yang berarti wakil Allah adalah mewujudkan kemakmuran di muka bumi, mengelola dan memelihara bumi.

Sebagai makhluk yang dibekali dengan berbagai kelebihan jika dibandingkan dengan makhluk lain, sudah sepatutnya manusia mensyukuri anugrah tersebut dengan berbagai cara, diantaranya denagan memaksimalkan semua potensi pada diri kita. Kita juga dituntut terus mengembangkan potensi tersebut dalam rangka mewujudkan tugas dan tanggung jawab manusia sebagai makhluk dan khalifah dibumi.

Manusia lahir membawa fitrahnya masing-masing yang harus ditumbuhkembangkan dan diarahkan kearah yang baik agar menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur, intelektual dan bertaqwa.



DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. Daud. 1998. Pendidikan Agama Islam. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada..
Al-Hafid, M.Radhi. 2000. Tantangan Perguruan Tinggi Islam di Era Globalisasi. Makassar.
As-Suyuti, Jalaludin. Tafsir Al-Qur’an.
http://pembahasan-hakikat-manusia-dalam-islam-/110525022733-/phpapp02
Ramayulis. 2002. Ilmu Pendikan Islam. Jakarta : kalam mulia.
Shihab, M. Quraish. 2007. Wawasan Al-Quran. Bandung : PT Mizan Pustaka
Zakiah Darajat, dkk. 2006 : Ilmu Pendidikan Islam (Cet VI. Jakarta: Bumi Aksara)

Atikel Terkait

Manusia Menurut Pendidikan Islam
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan video di atas? Silakan berlangganan gratis via email