Thursday, March 13, 2014

Tafsir Surat al-Qalam 17-30

A. Surat al-Qalam 17-30

"Sesungguhnya Kami telah menguji mereka (musyrikin Mekah) sebagaimana Kami telah menguji pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik (hasil)nya di pagi hari. Dan mereka tidak menyisihkan (hak fakir miskin). Lalu kebun itu diliputi malapetaka (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur. Maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita."

B. Pembahasan 
Ayat-ayat yang lalu menyebutkan beberapa sifat buruk dari al-Mukadzidzi bin yakni para pengingkar ayat-ayat Allah (baca ayat 8 dan seterusnya). Kini, diuraikan bahwa apa yang mereka alami itu serupa dengan kisah sekelompok pemilik kebun yang agaknya pengalaman mereka telah dikenal luas oleh masyarakat Mekkah ketika itu. 
Disisi lain, ayat yang lalu juga menguraikan sebab sifat-sifat buruk yang disandang oleh sekolmpok orang durhaka yakni disebabkan mereka bersikap angkuh karena kepemilikan harta yang mereka nilai banyak dan anak-anak yang mereka anggap membanggakan. Nah, ayat di atas mengingatkan tentang dampak buruk dari keangkuhan akibat kepemilikan harta dan bahwa harta pada hakikatnya adalah bahan ujian Tuhan kepada manusia. 
Ayat di atas menyatakan : Sesungguhnya kami telah menguji mereka dengan ujian, yakni memperlakukan para penyandang sifat-sifat buruk itu perlakukan penguji, sebagamana kami telah menguji pemilik-pemilik kebun ketika sebagian besar, yakni dua dari tiga orang, di antara mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sunggu akan memetik hasilna di pagi hari agar fakir muskin tidak melihatnta sekaligus tidak dapat mengambilnya dan dalam saat yang sama mereka tidak mengecualikan, yakni tidak berucap: “ Kami pasti akan memetiknya, Insya Allah” atau kalimat apa pun yang menunjukkan ketertarikan upaya mereka dengan kehendak Allah, maka sebagai akibatnya diliputilah ia yakni kebun itu oleh bencana besar yang bersumber dari Allah yang juga adalah Tuhan. 
Pemelihara dan pembimbing-mu, wahai nabi Muhammad. Bencana itu datang ketika mereka sedang lelap tidur , maka jadilah ia, yakni kebun itu, jadilah ia bagaikan malam yang gelap gulita atau hangus menjadi seperti abu hitam atau pohon yang telah gundul setelah dipetik semua buahnya. Ujian Allah tentu saja tidak sama dengan ujian yang dilakukan makhluk. Ujian Allah adalah penampakkan apa yang diketahui-Nya di alam gaib ke alam nyata sehingga manusia yang diuji tidak dapat mengelak dari tuntutan karena ada bukti yang nyata dari kelakuan mereka. 
Sementara ulama menyebutkan bahwa pemilik-pemilik kebun itu adalah beberapa orang yang tinggal disatu temapt bernama Dharawan yang berlokasi tidak jauh dari Shana di Yaman. Kebun itu berasal dari peninggalan orangBtua mereka yang sangat saleh. Orang tuanya selalu bersedekah dari panen kebunnya kepada fakir miskin bahkan membiarkan mereka ikut memetik, tetapi anak-anaknya tidak demikian. Mereka kikir walau salah seorang di antara mereka tidak terlalu kikir, pada akhirnya mereka pun bersepakat setelah didesak oleh saudaranya lain-sebagaimana diisyaratkan oleh sumpah yang direkam ayat di atas. Lalu terjadilah bencana yang diuraikan ayat di atas. Ayat 21-29: Lalu mereka panggil memanggil di pagi hari. Pergilah diwaktu pagi (ini) ke kebunmu jika kamu hendak memetik buahnya. Maka Pergilah mereka saling berbisik-bisik. Pada hari ini janganlah ada seorang miskinpun masuk ke dalam kebunmu. Dan Berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin) Padahal mereka (menolongnya). Tatkala mereka melihat kebun itu, mereka berkata: "Sesungguhnya kita benar-benar orang-orang yang sesat (jalan). Bahkan kita dihalangi (dari memperoleh hasilnya). Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya di antara mereka: "Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, hendaklah kamu bertasbih (kepada Tuhanmu)?". Mereka mengucapkan: "Maha suci Tuhan Kami, Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang zalim". 
Setelah ayat-ayat yang lalu menjelaskan sikap dan niat pemilik kebun serta bencana yang menimpa kebun mereka di malam hari saat mereka lelap tidur, ayat-ayat di atas menggambarkan keadaan mereka setelah terbangun dan sebelum mengetahui nasib kebun mereka.ayat-ayat di atas bagaikan menyatakan: Lalu, setelah kesepakatan mereka untuk memetik hasil kebun mereka tanpa memberi fakir miskin, mereka saling panggil memanggil di pagi hari buta: “Pergilah di waktu pagi secara dini dan dengan giat ke kebun kamu jika kamu hendak memetik hasilnya dan bertekad melakukan kesepakatan kita. “maka, dengan segera, berangkatlah mereka seraya mereka saling berbisik-bisik dan pesan-memesan bahwa: “Janganlah ada yang memasukinya yakni kebun kita itu, khususnya pada hari di mana kita akan memetik buahnya karena jika ada yang masuk maka itu akan mengganggu rencana kita untuk tidak memberi mereka.
“Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan tekad menghalangi orang-orang miskin padahal mereka mampu menolong mereka atau dengan niat buruk dan mengira bahwa mereka akan mampu melaksanakannya. Tatkala mereka melihatnya jauh berbeda keadaannya dengan apa yang mereka harapkan, yakni kebun telah binasa, mereka berkata: “Sesungguhnya kita benar-benar orang-orang yang sesat jalan. Ini bukan arah kebun kita”. Tetap, setelah mereka yakin memang itu kebun mereka hanya keadaannya telah berubah akibat bencana yang menimpanya mereka semua mengakui bahwa: “Kita tidak sesat jalan, bahkan kita dihalangi dari perolehan hasilnya. “ Ketika itu juga berkatalah saudara mereka yang di tengah, yakni yang palng moderat dan baik pikirannya di antara mereka: “ Bukankan aku telah mengatakan kepada kamu bahwa rencana kamu itu tidaklah tepuji dan bahwa hendaklah atau mengapa kamu tidak senantiasa bertasbih menyucikan Allah dan berucap Insya Allah?! Rupanya ketika itu juga para pemilik kebun tersebut sadar. Karena itu, mereka berucap:” buruk kita adalah orang-orang zalim yang mantap kezalimannya sehingga menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya. Mestinya kita bersyukur dengan hasil panen sambil memberi hak fakir miskin, tetapi justru kita melakukan sebaliknya.” Kata (يتخافتون) yatakhafatun terambil dari kata (خفت) khafata yang berarti berbisik. 
Patron kata yang digunakan ayat ini menunjukkan bahwa pembicaraan dan rencana mereka itu dilakukan secara berbisik, seperti halnya seseorang akan mencuri. Asbabun Nuzul Imam Ibnu Munzir telah mengetengahkan sebuah hadits melalui Ibnu Juraij yang telah menceritakan bahwa orang-orang musyrik selalu mengatakan kepada Nabi Muhammad SAW. Bahwa Nabi itu orang gila. Kemudian di kesempatan lain mereka menamakannya sebagai setan. 
Maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya. “Berkat nikmat Tuhanmu, kamu (Muhammad) sekal-kali bukan orang gila”. (Q.S. al-Qalam, 2) Imam Abu Na’im di dalam kitab ad-Dalalil-nya dan Imam Wahidi atelah mengetengahkan sebuah hadis dengan sanad yang diriwayatjan oleh Siti Aisyah r.a. “ Bahwasannya Siti Aisyah r.a. telah berkata: “ Tiada seseorang pun yang lebih baik akhlaknya daripada Rasulullah SAW. Tiada seorang pun di antara sahabat-sahabat dan keluarganya yang memanggilnya, melainkan beliau menjawab, ‘Labbaika (aku penuhi panggilanmu)”. 
Berkenaan dengan hal tersebutlah ayat berikut ini diturunkan, yaitu firman-Nya : “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi perkerti yang agung” (Q.S. al-Qalam, 4) Imam Ibnu Abu Hatim telah mengetengahkan sebuah hadis melalui As-Saddi sehubungan dengan firman-Nya : “Dan jangalah kamu ikuti orang yang banyak bersumpah lagi hina”. (Q.S. al-Qalam, 10) As-Saddi mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan al-Akhnas ibnu Syuraiq. Imam Ibnu Munzir telah mengetengahkan pula hadis yang serupa memalui al-Kalbi. Imam Ibnu Abu Hatim telah mengetengahkan sebuah hadis memalui Mujahid yang telah menceritakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan al-Aswad ibnu Abu Yaguts. 
Imam Ibnu Jarir telah mengetengahkan sebuah hadis memalui Ibnu Abbas r.a yang telah menceritakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Nabi Muhammad SAW, yaitu firman-Nya : “Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah (hasutan). (Q.S. al-Qalam,11-12) Kami (para sahabat) masih belum mengenal siapakah yang dimaksud atau ciri-cirinya, sehingga tatkala turun pula ayat ini, yaitu firman-Nya : “Yang kaku kasar, selain dari itu, yang terkenal kejahatannya” (Q.S. al-Qalam,13) Maka kini kami mengenal ciri-ciri orang itu, yaitu keluar dari mulutnya embikan sebagaimana embikan kambing. Imam Ibnu Abu Hatim telah mengetengahkan sebuah hadis melalui Ibnu Juraij, bahwasannya Abu Jahal telah mengatakan sewaktu dalam perang Badar: “ Tangkaplah mereka (kaum muslim) hidup-hidup, kemudian ikatlah mereka dan janganlah sekali-kali kalian membunuh seseorang di antara mereka”. 
Maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya : “Sesungguhnya kami telah menguji mereka (Musyrikin Mekkah) sebagaimana kami telah menguji pemilik-pemilik kebun” (Q.S. al-Qalam, 17) Abu Jahal mengatakan bahwa tentara mereka mampu mengalakan tentara kaum muslim, sebagaimana pemilik kebun mempunyai kemampuan untuk memetik hasilnya.

Atikel Terkait

Tafsir Surat al-Qalam 17-30
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan video di atas? Silakan berlangganan gratis via email