Thursday, March 13, 2014

Tafsir Surat Al-Hasyr 59

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  .Latar Belakang
 Ilmu Al-Qur’an Mempelajari Segala Aspek Yang Ada Didalam Kehidupan Ini. Surat  Al-Hasyr merupakan surat ke 59. Dalam makalah ini lebih mendalami konsep-konsep tafakur yang terdapat dalam ayat ke 21.Tafakur disini  mengandung arti memikirkan, merenungkan, mengingat Allah melalui segala ciptaan-Nya yang tersebar dilangit dan dibumi bahkan yang ada di dalam raga dan jiwa manusia. Allah SWT menurunkan surat ini supaya manusia berpikir akan semua makhluk yang Allah ciptakan  dan tunduk takut mendengar petunjuk Allah SWT yang Maha Agung.
Perlunya menafakuri alam semesta sesungguh-Nya dalam penciptaan alam dan bumi, serta silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):” Ya Tuhan kami, tiadalah engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS Ali Imran:190-191)[1][1]

1.2  .Rumusan Masalah

1. Uraikan dengan jelas  arti serta terjemahan  dari surah Al-Hasyr ayat 21!
2.Apa isi kandungan dari Surah Al-Hasyr ayat 21 ?
3. Jelaskan makna ayat dari surah Al-Hasyr ayat 21 !

1.3 .Tujuan Penulisan
 Dapat menguraikan ayat ,terjemahan  dan memahami isi kandungan surah Al-Hasyr  ayat 21.Serta dapat menjelaskan makna dari surah Al-Hasyr  ayat 21. Menumbuhkan kesadaran di dalam diri tentang kekuasaan, kebesaran, dan keagungan Allah dalam setiap objek ciptaan-Nya. Didalam tafakur terkandung proses penyingkapan nama-nama Allah yang Maha Indah. Penyingkapan ini akan menambah ma’rifat (pengetahuan) tentang sifat-sifat dan nama-nama Allah SWT.
BAB II
PEMBAHASAN

A.Ayat dan terjemahan
لَوْ اَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرَأَنَ عَلَي جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِّنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الأَمْثَلُ نَضْرِبُهاَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ

Artinya “Kalau sekiranya Kami menurunkan Al-Qur’an ini kepada sebuah gunung pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah SWT.Dan perumpamaan-peumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.[2][2]

 Ayat ini menyerukan agar manusia itu berpikir tentang kebesaran Allah atas apa-apa yang telah ciptakan dilangit dan dibumi.karena Allah.menyadarkan hati manusia guna hati-hati manusia tunduk kepada-Nya.

B. Kosa Kata
لَوْ اَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرَأَنَ (Seandainya Kami turunkan Al-Qur’an (ini) yakni Kalam Kami yang mulia yang mengandung nilai-nilai yang agung yang tak terbatas عَلَي جَبَلٍ (kepada seluruh gunung) sebagaimana Kami menurunkannya kepadamu لَرَأَيْتَهُ (pasti kamu akan melihatnya (yakni melihat gunung itu    خَاشِعًا (tunduk) dengan penuh rendah diri dan rasa hina            مُتَصَدِّعًا (terpecah belah)yakni menjadi belah: menurut qiroat lain dibaca  mussaddi’an dengan di idghomkan             مِّنْ خَشْيَةِ اللَّهِ (disebabkan takut kepada Allah) lalumengapa kamu tidak takut pada saat al-Qur’an dibacakan dan hatimu tidak lembut saat mendengarkannya,dan tidak merenungi makna-maknanya    نَضْرِبُهاَ (perumpamaan-prumpamaan itu)yang telah kami buat            (kami buat)untuk memberikan keterangan melalui tamsil      لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ(untuk manusia supaya mereka berpikir) lalu mendapatkan pelajaran dan mengamalkannya.[3][3]

C. Tafsir Ayat
لَوْ اَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرَأَنَ عَلَي جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِّنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الأَمْثَلُ نَضْرِبُهاَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ
Ayat ini menerangkan bahwa seandainya gunung-gunung itu diberi akal pikiran dan perasaan yang telah dianugerahkan Allah Kepada manusia,kemudian diturunkan Al-Qur’an Kepadanya, tentulah gunung-gunung itu akan tunduk kepada Allah, bahkan hancur lebur karena takut kepada-Nya. Tetapi Al-Qur’an tidak diperuntukkan bagi gunung,melainkan untuk manusia.
maksudnya adalah, semua ini Kami (Allah SWT) buat untuk manusia. Allah SWT ingin menunjukan kepada manusia bahwa gunung ternyata lebih dapat mengagungkan dan menjunjung hak-Nya, padahal gunung benda keras dan kuat, bila dibandingkan dengan manusia. [4][4]

Ayat ini merupakan peringatan kepada manusia yang tidak mau menggunakan akal,pikiran,dan perasaan yang telah dianugerahi Allah kepada mereka.Mereka lebih banyak terpengaruh oleh hawa nafsu dan kesenangan hidup di dunia,sehingga hal itu menutup akan pikiran mereka.Karena takut kehilanagn pengaruh dan kedudukan,maka mereka tidak mau mengikuti kebenaran.

Ayat ini juga menunjukkan tingginya nilai Al-Qur’an tidak semua makhluk Allah SWT dapat memahaminya dengan baik maksud dan tujuannya.Untuk memahaminya harus mempunyai persiapan-persiapan tertentu ,antara lain : ialah dengan menggunakan akal pikirannya mdan membersihkan hati nuraninya,disertai dengan niat yang setulus-tulusnya.

Keadaan sebagian manusia itu diterangkan dalam firman Allah SWT:
ثُمَّ قَسَتْ قُلُوْبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ فَهِيَ كاَ لْحِجَارَةِ اَوْ اَشَدُّ قَسْوَةً ’ وَاِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَماَ يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الاَنهَارُ’ وَاِنَّ مِنَهاَ لَماَ يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْماَءُ’ وَاِنَّ مِنْهاَ لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِاللّه ’ وَماَ اللّهُ بِغاَفِلٍ عَمّاَ تَعْمَلُونَ                                                                         
Artinya: kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu,bahkan lebh keras lagi.padahal,di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan diantaranya sungguh ada yang meluncur dari apa yang kamu kerjakan)[5][5]

Ayat ini sama pula dengan firman Allah SWT :
لَوْاَنَّ قُراَناً سُيِّرَتْ بِهِ الْجِباَلُ اَوْقُطِّعَتْ بِهِ الاَرْضُ اَوْكُلِّمَ بِهِ الْمَوْتَي  وَ
Artinya: “Dan sekiranya ada suatu bacaan (kiab suci )yang dengan bacaaan itu gunung-gunung dapat digoncangkan atau bumi jadi terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang sudah mati dapat berbicara (tent Al-Qur’an itulah dia)[6][6]

Kemudian Allah SWT memerintahkan agar manusia bertakwa kepada Nya dengan demikian yang terdapat dalam Al-Qur’an ,untuk menjadi pelajaran bagi orang-orang yang mau  mempergunakan akal,pikiran,dan perasaan,sehingga mereka dapat melaksanakan petunjuk-petunjuk Al-Qur’an itu dengan sebaik-baiknya.

D.Konsep Tafakkur
    a.Pengertian Tafakur

Tafakur secara bahasa bermula dari ( تَفَكَّرَ يَتَفَكَّرُ تَفَكُّرًا ) mempunyai arti perihal berpikir (Junus, 1973: 322), searti dengan kata meditasi, renungan, diam memikirkan sesuatu dalam-dalam (Purwodarminto, 1976, 680). Dalam Islam tafakur didasarkan atas ayat-ayat al-Qur'an yang ditujukan
kepada mereka yang diberi pengetahuan dan dituntut untuk merenungkan tanda-tanda (fenomena-fenomena) alam.
Berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian tafakur oleh ilmuwan Islam:
1.      Imam al-Ghozali
Dalam kitabnya yang populer Ihya’ Ulumuddin, mengemukakan pengertian tafakur sebagai berikut
:
فيحضراالمعرفتين ال  سابقين في القلب للتوصل به الى المعرفة الثالثة يسم تفكرا

Yang artinya: “Maka menghadirkan dua ma’rifat yang terdahulu (yang berada dalam hati) untuk sampai pada ma’rifat yang ketiga disebut tafakur.” (al-Ghozali, 1985: 188).

Kemudian Imam Ghozali mencontohkan seorang yang cenderung mengutamakan hidup dunia dan ingin mengetahui bahwa akhirat lebih utama daripada dunia maka baginya dua jalan:

Pertama, ia mengetahui bahwa akhirat lebih utama daripada dunia, lalu mengikuti dan membenarkannya, tanpa melihat lebih mendalam hakikat akhirat, maka dia melaksanakan ibadah akhirat hanya berpegang pada perkataan orang lain ini dinamakan taqlid (mengikuti tanpa alasan) dan tidak dinamakan ma’rifat.

Kedua, bahwa ia mengetahui akhirat lebih kekal daripada dunia bersumber dari dirinya sendiri, maka dia memperoleh dua ma’rifat. Selain menghadirkan dua ma’rifat tersebut untuk sampai kepada ma’rifat ketiga dilakukan tafakur, I’tibar1, tadzakur2, nadhar3, ta’amul4, dan tadabur5.

2.      Fakhruddin ar Rozi
 Menjelaskan istilah dan maksud tafakur sebagai berikut:
“Hati yang berzikir kepada Allah artinya adalah bahwa seseorang merenungkan tentang rahasia dari berbagai benda yang diciptakan oleh Allah SWT hingga benda-benda terkecil (atom) sehingga menyerupai sebuah cermin yang diletakkan di depan alam ghoib, dan ketika hamba Allah itu melihat semua ciptaan dengan mata hatinya, maka cahaya penglihatannya mampu menembus hakikat alam” (Waley, 2003: 76).

Pada hakikatnya tafakur merupakan suatu kesadaran untuk mendapatkan bukti adanya Allah, dan kekuasaan-Nya yang bermuara pada keyakinan, selanjutnya dengan tafakur manusia dapat menempatkan diri di alam dengan mengetahui kondisi baik dan buruk hanya dengan kekuatan akal dan iman yang membantu menerima kebaikan yang melahirkan ketenangan. Iman dan akal pula yang menolak keburukan dan sesuatu yang dibenci, hal inilah yang menjadi inti dari ajaran Islam.

Dari diskripsi pengertian tafakur di atas, dapat disimpulkan bahwa tafakur adalah merenungi segala ciptaan Allah sebagai bukti kemaha besaran Allah dan menganggap bahwa  akhirat lebih utama daripada dunia.
b. Tafakur dalam Perspektif Psikologi

Dalam dunia psikologi, Tafakur merupakan kegiatan berpikir yang dalam berbagai perasaan, persepsi, imajinasi, dan pikiran memberi pengaruh dalam pembentukan perilaku, kecenderungan, keyakinan, aktifitas alam sadar maupun alam dibawah sadar serta kebiasaan baik dan buruk seseorang. Hal ini adalah penemuan modern psikologi kognitif manusia, namun sebelum itu jauh ulama’ Islam telah merintis konsep tafakur sebagai motifasi hidup dan menambah kuatnya iman seseorang. (Badri, 1996: 20).

Pada masa-masa awal, psikologi banyak terfokuskan pada studi sekitar pikiran, kandungan perasaan, dan bangunan akal manusia. Kemudian, muncul aliran behaviorisme dengan konsep-konsepnya yang terkenal dan berpengaruh yang dipelopori oleh Watson. Aliran ini, akhirnya mengubah secara besar-besaran pandangan-pandangan sebelumnya, kemudian menempatkan kajian mengenai proses belajar manusia, melalui rangsangan dan respon yang timbul, menjadi tema utama psikologi. Perasaan, kandungan akal, dan pikiran dianggap sebagai masalah yang tidak dapat dijangkau dan dipelajari secara langsung.

Menurut mereka segala kegiatan kognitif dan perasaan yang ada dan terjadi dalam benda-benda hidup merupakan akibat dari interaksinya dengan pengaruh-pengaruh tertentu. Kegiatan “pikiran dalam” dianggap sebagai peti terkunci yang bagian dalamnya tidak mungkin diketahui dengan jelas. Karena itu, tidak perlu menghabiskan waktu untuk mempelajarinya. Selanjutnya, para penganut behaviorisme menyimpulkan bahwa “pikiran dalam” hanyalah kumpulan rangsangan dan respon yang terjaring tidak lebih dari “perbincangan dalam” seseorang dengan dirinya sendiri. (Badri, 1996: 6).

Apabila pikiran manusia diarahkan pada ciptaan Allah SWT, dan berbagai nikmat-Nya, ia akan menambah keimanan serta ketinggian perilaku dan amalnya. Sebaliknya apabila seseorang ditujukan pada syahwat dan kesenangan hawa nafsu, ia akan menjauhkannya dari nilai agama bahkan menjatuhkan moral perilakunya. Sedangkan pemikiran yang bertumpu pada ketakutan, perasaan gagal, dan pesimistik akan menjadi penyebab seseorang terserang penyakit kejiwaan. Oleh karena itu, banyak peneliti psikologi kognitif memfokuskan perhatiannya pada upaya mengubah pemikiran  manusia, yaitu kegiatan berpikirnya yang seringkali lebih dulu memberi respon emosional pada seorang pasien. (Badri, 1996: 15).

Jadi,apabila pikiran manusia tidak diarahkan pada keEsaan Allah SWT  maka hati manusia itu kelak tertumpu pada pikiran atau jiwa yang selalu merasa takut,merasa dirinya selalu rendah,gagal,atau bisa dikatakn dengan sifat yang pemistik yang akan menghancurkan hidupnya sendiri.

Kegiatan kognitif dan kegiatan berpikir dalam diri manusia mengarahkan perilaku dan sikap lahiriyahnya, baik dirasakan maupun tidak dirasakan. Penelitian yang dilakukan oleh para ahli psikologi kognitif mendukung apa yang digariskan oleh Islam bahwa tafakur tentang ciptaan Allah SWTmerupakan tiang utama keimanan, yang dapat melahirkan segala perbuatan dan perilaku positif.[7][7]

Allah SWT berfirman,”Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.”Selanjutnya,Allah SWT berfirman,”Dialah Allah Yang Menakdirkan,Yang Mengadakan,Yang mengadakan,Yang membentuk rupa,”Al-khalqu artinya menakdirkan.Al-bar’u artinya melaksanakan dan melahirkan sesuatu yang telah ditakdirkan dan didtetapkan ke alam wujud,sesuai dengan sifat yang dikehendaki dan dipilih-Nya.Seperti firman –Nya “dalam bentuk apa saja yang dia kehendaki ,Dia menyusun tubuhmu .” (al-infithaar:8) Selanjutnya,Allah Ta’ala berfirman,”Yang mempunyai nama-nama yang paling baik.”Hal ini dibicarakan di dalam surah al-a’raaf ayat 180.

Dan akan kami sebutkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah r.a Rasulullah saw.,

إِنَّ لِلهِ تَعَالَي تِسْعَةُ وَتِسْعِيْنَ اسْمًا ما ئَةُ إلأَّ وَجِدًا ,مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَهُوَ وِتْرُ يُحِبُّ الْوِتْرَ
“Allah mempunyai seratus nama kurang satu.barang siapa yang menjaganya,ia akan masuk surga.dan Allah itu ganjil dan menyukai yang ganjil.”

Firman Allah SWT,”Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan bumi.”Seperti firman Allah SWT,”Langit yang tujuh,bumi dan semua yang ada didalamnya bertasbih kepada Allah.Dan tak sesuatu pun  melainkan bertasbih dengan memuji-Nya,tetapi kamu sekalian ridak mengerti tasbih mereka.Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.”(al-israa’:44)Lalu Allah SWT berfirman,”Dan dialah Yang Mahaperkasa maka (laa yuraamu janaabuhu?) lagi Mahabijaksana.” Di dalam syariat dan ketentuan-Nya.


BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Dalam surat Al-Hasyr Allah SWT ingin menunjukan kepada manusia bahwa gunung ternyata lebih dapat mengagungkan dan menjunjung hak-Nya, padahal gunung benda keras dan kuat, bila dibandingkan dengan manusia. Ayat ini juga menunjukkan tingginya nilai Al-Qur’an tidak semua makhluk Allah SWT dapat memahaminya dengan baik maksud dan tujuannya.Untuk memahaminya harus mempunyai persiapan-persiapan tertentu ,antara lain : ialah dengan menggunakan akal pikirannya dan membersihkan hati nuraninya,disertai dengan niat yang setulus-tulusnya.

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Al-Imam ‘Usman ‘Abdullah Al-Mirgani, Mahkota Tafsir(jilid 3) Ar-Rum s.d An-Nas, Bandung: Sinar Baru Algensindo,2009.
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabarry, Tafsir Ath-Thabarry,Jakarta:Pustaka Azzam,2009.
Syaiful Ma’ruf, Konsep Tafakur Menurut Al-Qur'an Dalam Membentuk Kepribadian Muslim Ideal (Studi Analisis Bimbingan dan Konseling Islam), http.//Library.walisongo.ac.id/download.php.html.2 April 2013. 05.37








[1][1]Sanerya Hendrawan, Spiritual Management, http://www.books.google.com/tafakur.hal.43
[2][2] S.59(Al-Hasyr):21
[3][3] Al-Imam Muhammad ‘Usman ‘Abdullah Al-Mirgani, Mahkota Tafsir(jilid 3) Ar-Rum s.d An-Nas, (Bandung: Sinar Baru Algensindo,2009)hal.909
[4][4] Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabarry, Tafsir Ath-Thabarry, (Jakarta:Pustaka Azzam,2009)hal.910
[5][5] S.2(Al-Baqarah):74
[6][6] S.13(Ar-Ra’d):31
[7][7]Syaiful Ma’ruf, Konsep Tafakur Menurut Al-Qur'an Dalam Membentuk Kepribadian Muslim Ideal (Studi Analisis Bimbingan dan Konseling Islam) http.//Library.walisongo.ac.id/download.php.html.2 April 2013. 05.37

Atikel Terkait

Tafsir Surat Al-Hasyr 59
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan video di atas? Silakan berlangganan gratis via email