PENDAHULUAN
1.1
.Latar
Belakang
Ilmu Al-Qur’an Mempelajari Segala Aspek Yang
Ada Didalam Kehidupan Ini. Surat
Al-Hasyr merupakan surat ke 59. Dalam makalah ini lebih mendalami
konsep-konsep tafakur yang terdapat dalam ayat ke 21.Tafakur disini mengandung arti memikirkan, merenungkan,
mengingat Allah melalui segala ciptaan-Nya yang tersebar dilangit dan dibumi
bahkan yang ada di dalam raga dan jiwa manusia. Allah SWT menurunkan surat ini
supaya manusia berpikir akan semua makhluk yang Allah ciptakan dan tunduk takut mendengar petunjuk Allah SWT
yang Maha Agung.
Perlunya menafakuri alam semesta
sesungguh-Nya dalam penciptaan alam dan bumi, serta silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, yaitu orang-orang
yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):” Ya
Tuhan kami, tiadalah engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha Suci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS Ali Imran:190-191)[1][1]
1.2
.Rumusan
Masalah
1. Uraikan dengan jelas arti serta terjemahan dari surah Al-Hasyr ayat 21!
2.Apa isi kandungan dari Surah Al-Hasyr ayat 21 ?
3. Jelaskan makna ayat dari surah Al-Hasyr ayat 21 !
1.3 .Tujuan Penulisan
Dapat menguraikan ayat ,terjemahan dan memahami isi kandungan surah
Al-Hasyr ayat 21.Serta dapat menjelaskan
makna dari surah Al-Hasyr ayat 21.
Menumbuhkan kesadaran di dalam diri tentang kekuasaan, kebesaran, dan keagungan
Allah dalam setiap objek ciptaan-Nya. Didalam tafakur terkandung proses
penyingkapan nama-nama Allah yang Maha Indah. Penyingkapan ini akan menambah
ma’rifat (pengetahuan) tentang sifat-sifat dan nama-nama Allah SWT.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Ayat
dan terjemahan
لَوْ اَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرَأَنَ
عَلَي جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِّنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ
الأَمْثَلُ نَضْرِبُهاَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ
Artinya “Kalau
sekiranya Kami menurunkan Al-Qur’an ini kepada sebuah gunung pasti kamu akan
melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah SWT.Dan
perumpamaan-peumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir”.[2][2]
Ayat ini menyerukan agar manusia itu berpikir tentang
kebesaran Allah atas apa-apa yang telah ciptakan dilangit dan dibumi.karena
Allah.menyadarkan hati manusia guna hati-hati manusia tunduk kepada-Nya.
B. Kosa Kata
لَوْ اَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرَأَنَ
(Seandainya Kami turunkan Al-Qur’an (ini) yakni Kalam Kami yang mulia yang
mengandung nilai-nilai yang agung yang tak terbatas عَلَي
جَبَلٍ (kepada seluruh gunung) sebagaimana Kami menurunkannya kepadamu لَرَأَيْتَهُ (pasti kamu akan melihatnya (yakni melihat gunung itu خَاشِعًا (tunduk) dengan penuh rendah diri dan rasa hina مُتَصَدِّعًا (terpecah belah)yakni menjadi belah: menurut qiroat lain dibaca mussaddi’an dengan di idghomkan مِّنْ
خَشْيَةِ اللَّهِ (disebabkan takut kepada Allah) lalumengapa kamu tidak takut
pada saat al-Qur’an dibacakan dan hatimu tidak lembut saat mendengarkannya,dan
tidak merenungi makna-maknanya نَضْرِبُهاَ (perumpamaan-prumpamaan
itu)yang telah kami buat (kami
buat)untuk memberikan keterangan melalui tamsil لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ(untuk
manusia supaya mereka berpikir) lalu mendapatkan pelajaran dan mengamalkannya.[3][3]
C. Tafsir Ayat
لَوْ اَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرَأَنَ
عَلَي جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِّنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ
الأَمْثَلُ نَضْرِبُهاَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ
Ayat ini
menerangkan bahwa seandainya
gunung-gunung itu diberi akal pikiran dan perasaan yang telah dianugerahkan
Allah Kepada manusia,kemudian diturunkan Al-Qur’an Kepadanya, tentulah
gunung-gunung itu akan tunduk kepada Allah, bahkan hancur lebur karena takut
kepada-Nya. Tetapi Al-Qur’an tidak diperuntukkan bagi gunung,melainkan untuk
manusia.
maksudnya adalah, semua ini Kami (Allah SWT) buat untuk
manusia. Allah SWT ingin menunjukan kepada manusia bahwa gunung ternyata lebih
dapat mengagungkan dan menjunjung hak-Nya, padahal gunung benda keras dan kuat,
bila dibandingkan dengan manusia. [4][4]
Ayat ini
merupakan peringatan kepada manusia yang tidak mau menggunakan akal,pikiran,dan
perasaan yang telah dianugerahi Allah kepada mereka.Mereka lebih banyak
terpengaruh oleh hawa nafsu dan kesenangan hidup di dunia,sehingga hal itu
menutup akan pikiran mereka.Karena takut kehilanagn pengaruh dan kedudukan,maka
mereka tidak mau mengikuti kebenaran.
Ayat ini juga
menunjukkan tingginya nilai Al-Qur’an tidak semua makhluk Allah SWT dapat
memahaminya dengan baik maksud dan tujuannya.Untuk memahaminya harus mempunyai
persiapan-persiapan tertentu ,antara lain : ialah dengan menggunakan akal
pikirannya mdan membersihkan hati nuraninya,disertai dengan niat yang
setulus-tulusnya.
Keadaan sebagian manusia itu diterangkan dalam firman Allah SWT:
ثُمَّ قَسَتْ قُلُوْبُكُمْ مِنْ
بَعْدِ ذَلِكَ فَهِيَ كاَ لْحِجَارَةِ اَوْ اَشَدُّ قَسْوَةً ’ وَاِنَّ مِنَ
الْحِجَارَةِ لَماَ يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الاَنهَارُ’ وَاِنَّ مِنَهاَ لَماَ
يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْماَءُ’ وَاِنَّ مِنْهاَ لَمَا يَهْبِطُ مِنْ
خَشْيَةِاللّه ’ وَماَ اللّهُ بِغاَفِلٍ عَمّاَ تَعْمَلُونَ
Artinya: kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu,bahkan
lebh keras lagi.padahal,di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir
sungai-sungai daripadanya dan diantaranya sungguh ada yang meluncur dari apa yang kamu kerjakan)[5][5]
Ayat ini sama pula dengan
firman Allah SWT :
لَوْاَنَّ قُراَناً سُيِّرَتْ بِهِ
الْجِباَلُ اَوْقُطِّعَتْ بِهِ الاَرْضُ اَوْكُلِّمَ بِهِ الْمَوْتَي وَ
Artinya: “Dan sekiranya ada
suatu bacaan (kiab suci )yang dengan bacaaan itu gunung-gunung dapat
digoncangkan atau bumi jadi terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang sudah
mati dapat berbicara (tent Al-Qur’an itulah dia)[6][6]
Kemudian
Allah SWT memerintahkan agar manusia bertakwa kepada Nya dengan demikian yang
terdapat dalam Al-Qur’an ,untuk menjadi pelajaran bagi orang-orang yang
mau mempergunakan akal,pikiran,dan
perasaan,sehingga mereka dapat melaksanakan petunjuk-petunjuk Al-Qur’an itu
dengan sebaik-baiknya.
D.Konsep
Tafakkur
a.Pengertian Tafakur
Tafakur secara bahasa bermula
dari ( تَفَكَّرَ يَتَفَكَّرُ تَفَكُّرًا ) mempunyai arti perihal berpikir (Junus, 1973: 322), searti dengan kata meditasi,
renungan, diam memikirkan
sesuatu dalam-dalam (Purwodarminto, 1976, 680). Dalam Islam tafakur didasarkan atas ayat-ayat al-Qur'an yang ditujukan
kepada mereka yang diberi pengetahuan dan dituntut untuk merenungkan
tanda-tanda (fenomena-fenomena)
alam.
Berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian tafakur oleh
ilmuwan Islam:
1. Imam
al-Ghozali
Dalam kitabnya yang populer Ihya’ Ulumuddin, mengemukakan pengertian tafakur sebagai berikut
:
فيحضراالمعرفتين ال سابقين في القلب للتوصل به الى المعرفة الثالثة يسم تفكرا
Yang artinya: “Maka menghadirkan dua ma’rifat yang terdahulu (yang berada dalam hati) untuk sampai pada ma’rifat yang ketiga disebut
tafakur.” (al-Ghozali,
1985: 188).
Kemudian Imam Ghozali mencontohkan seorang yang cenderung mengutamakan
hidup dunia dan ingin mengetahui bahwa akhirat lebih utama daripada dunia maka
baginya dua jalan:
Pertama, ia mengetahui bahwa akhirat
lebih utama daripada dunia, lalu mengikuti dan membenarkannya, tanpa melihat
lebih mendalam hakikat akhirat, maka dia melaksanakan ibadah akhirat hanya
berpegang pada perkataan orang lain ini dinamakan taqlid (mengikuti
tanpa alasan) dan tidak dinamakan ma’rifat.
Kedua, bahwa ia mengetahui akhirat
lebih kekal daripada dunia bersumber dari dirinya sendiri, maka dia memperoleh dua ma’rifat. Selain
menghadirkan dua ma’rifat tersebut untuk sampai kepada ma’rifat ketiga
dilakukan tafakur, I’tibar1, tadzakur2, nadhar3, ta’amul4, dan tadabur5.
2. Fakhruddin ar
Rozi
Menjelaskan istilah dan maksud
tafakur sebagai berikut:
“Hati yang berzikir kepada Allah artinya adalah bahwa seseorang
merenungkan tentang rahasia dari berbagai benda yang diciptakan oleh Allah SWT
hingga benda-benda terkecil (atom) sehingga menyerupai sebuah cermin yang
diletakkan di depan alam ghoib, dan ketika hamba Allah itu melihat semua
ciptaan dengan mata hatinya, maka cahaya penglihatannya mampu menembus hakikat
alam” (Waley, 2003: 76).
Pada hakikatnya tafakur
merupakan suatu kesadaran untuk mendapatkan bukti adanya Allah, dan
kekuasaan-Nya yang bermuara pada keyakinan, selanjutnya dengan tafakur manusia
dapat menempatkan diri di alam dengan mengetahui kondisi baik dan buruk hanya
dengan kekuatan akal dan iman yang membantu menerima kebaikan yang melahirkan
ketenangan. Iman dan akal pula yang menolak
keburukan dan sesuatu yang dibenci, hal inilah yang menjadi inti dari ajaran Islam.
Dari diskripsi pengertian
tafakur di atas, dapat disimpulkan bahwa tafakur adalah merenungi segala
ciptaan Allah sebagai bukti kemaha besaran Allah dan menganggap bahwa akhirat lebih utama daripada dunia.
b. Tafakur
dalam Perspektif Psikologi
Dalam dunia psikologi, Tafakur
merupakan kegiatan berpikir yang dalam berbagai perasaan, persepsi, imajinasi,
dan pikiran memberi pengaruh dalam pembentukan perilaku, kecenderungan,
keyakinan, aktifitas alam sadar maupun alam dibawah sadar serta kebiasaan baik
dan buruk seseorang. Hal ini adalah penemuan modern psikologi kognitif manusia, namun sebelum itu jauh ulama’ Islam telah merintis konsep tafakur sebagai motifasi hidup dan
menambah kuatnya iman
seseorang. (Badri, 1996: 20).
Pada masa-masa awal, psikologi
banyak terfokuskan pada studi sekitar pikiran, kandungan perasaan, dan bangunan akal manusia. Kemudian, muncul aliran behaviorisme dengan konsep-konsepnya yang terkenal dan berpengaruh yang dipelopori oleh Watson. Aliran ini, akhirnya mengubah secara
besar-besaran pandangan-pandangan
sebelumnya, kemudian menempatkan kajian mengenai proses belajar manusia, melalui rangsangan dan respon yang timbul,
menjadi tema utama
psikologi. Perasaan, kandungan akal, dan pikiran dianggap sebagai masalah yang tidak dapat dijangkau dan dipelajari secara langsung.
Menurut mereka segala kegiatan
kognitif dan perasaan yang ada dan terjadi dalam benda-benda hidup merupakan akibat dari interaksinya dengan pengaruh-pengaruh tertentu. Kegiatan “pikiran dalam” dianggap sebagai
peti terkunci yang bagian dalamnya
tidak mungkin diketahui dengan jelas. Karena itu, tidak perlu menghabiskan
waktu untuk mempelajarinya. Selanjutnya, para penganut behaviorisme menyimpulkan bahwa
“pikiran dalam” hanyalah kumpulan rangsangan dan respon yang terjaring tidak
lebih dari “perbincangan dalam” seseorang dengan dirinya sendiri. (Badri, 1996:
6).
Apabila pikiran manusia diarahkan pada ciptaan Allah SWT, dan berbagai nikmat-Nya, ia akan menambah keimanan serta ketinggian perilaku
dan amalnya. Sebaliknya apabila
seseorang ditujukan pada syahwat dan kesenangan hawa nafsu, ia akan
menjauhkannya dari nilai agama bahkan menjatuhkan moral perilakunya. Sedangkan
pemikiran yang bertumpu pada ketakutan, perasaan gagal, dan pesimistik akan menjadi penyebab seseorang terserang penyakit kejiwaan. Oleh karena itu, banyak peneliti psikologi kognitif memfokuskan
perhatiannya pada upaya mengubah pemikiran
manusia, yaitu kegiatan berpikirnya yang seringkali lebih dulu memberi
respon emosional pada seorang pasien. (Badri, 1996: 15).
Jadi,apabila pikiran manusia
tidak diarahkan pada keEsaan Allah SWT
maka hati manusia itu kelak tertumpu pada pikiran atau jiwa yang selalu
merasa takut,merasa dirinya selalu rendah,gagal,atau bisa dikatakn dengan sifat
yang pemistik yang akan menghancurkan hidupnya sendiri.
Kegiatan kognitif dan kegiatan
berpikir dalam diri manusia mengarahkan perilaku dan sikap lahiriyahnya, baik dirasakan maupun tidak dirasakan. Penelitian yang dilakukan oleh para ahli psikologi kognitif
mendukung apa yang digariskan oleh Islam bahwa tafakur tentang ciptaan Allah
SWTmerupakan tiang utama keimanan, yang dapat melahirkan segala perbuatan dan
perilaku positif.[7][7]
Allah SWT
berfirman,”Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.”Selanjutnya,Allah
SWT berfirman,”Dialah Allah Yang Menakdirkan,Yang Mengadakan,Yang
mengadakan,Yang membentuk rupa,”Al-khalqu artinya menakdirkan.Al-bar’u
artinya melaksanakan dan melahirkan sesuatu yang telah ditakdirkan dan
didtetapkan ke alam wujud,sesuai dengan sifat yang dikehendaki dan
dipilih-Nya.Seperti firman –Nya “dalam bentuk apa saja yang dia kehendaki ,Dia
menyusun tubuhmu .” (al-infithaar:8) Selanjutnya,Allah Ta’ala berfirman,”Yang
mempunyai nama-nama yang paling baik.”Hal ini dibicarakan di dalam surah
al-a’raaf ayat 180.
Dan akan kami
sebutkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu
Hurairah r.a Rasulullah saw.,
إِنَّ
لِلهِ تَعَالَي تِسْعَةُ وَتِسْعِيْنَ اسْمًا ما ئَةُ إلأَّ وَجِدًا ,مَنْ
أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَهُوَ وِتْرُ يُحِبُّ الْوِتْرَ
“Allah mempunyai seratus nama
kurang satu.barang siapa yang menjaganya,ia akan masuk surga.dan Allah itu
ganjil dan menyukai yang ganjil.”
Firman Allah
SWT,”Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan bumi.”Seperti firman Allah
SWT,”Langit yang tujuh,bumi dan semua yang ada didalamnya bertasbih kepada
Allah.Dan tak sesuatu pun melainkan
bertasbih dengan memuji-Nya,tetapi kamu sekalian ridak mengerti tasbih
mereka.Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha
Pengampun.”(al-israa’:44)Lalu Allah SWT berfirman,”Dan dialah Yang Mahaperkasa
maka (laa yuraamu janaabuhu?) lagi Mahabijaksana.” Di dalam syariat dan
ketentuan-Nya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam surat
Al-Hasyr Allah SWT ingin menunjukan kepada
manusia bahwa gunung ternyata lebih dapat mengagungkan dan menjunjung hak-Nya,
padahal gunung benda keras dan kuat, bila dibandingkan dengan manusia. Ayat ini juga menunjukkan tingginya nilai
Al-Qur’an tidak semua makhluk Allah SWT dapat memahaminya dengan baik maksud
dan tujuannya.Untuk memahaminya harus mempunyai persiapan-persiapan tertentu
,antara lain : ialah dengan menggunakan akal pikirannya dan membersihkan hati
nuraninya,disertai dengan niat yang setulus-tulusnya.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad
Al-Imam ‘Usman ‘Abdullah Al-Mirgani, Mahkota Tafsir(jilid 3) Ar-Rum s.d
An-Nas, Bandung: Sinar Baru Algensindo,2009.
Abu
Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabarry, Tafsir Ath-Thabarry,Jakarta:Pustaka
Azzam,2009.
Syaiful
Ma’ruf, Konsep Tafakur Menurut Al-Qur'an Dalam Membentuk
Kepribadian Muslim Ideal (Studi Analisis Bimbingan dan Konseling Islam),
http.//Library.walisongo.ac.id/download.php.html.2 April 2013. 05.37
[3][3] Al-Imam Muhammad ‘Usman ‘Abdullah
Al-Mirgani, Mahkota Tafsir(jilid 3) Ar-Rum s.d An-Nas, (Bandung: Sinar Baru
Algensindo,2009)hal.909
[4][4] Abu Ja’far Muhammad bin Jarir
Ath-Thabarry, Tafsir Ath-Thabarry, (Jakarta:Pustaka Azzam,2009)hal.910
[7][7]Syaiful
Ma’ruf, Konsep Tafakur Menurut
Al-Qur'an Dalam Membentuk Kepribadian Muslim Ideal (Studi Analisis Bimbingan
dan Konseling Islam) http.//Library.walisongo.ac.id/download.php.html.2
April 2013. 05.37
Tafsir Surat Al-Hasyr 59
4/
5
Oleh
sandy