BAB I
PENDAHULUAN
Istihadhah adalah keluarnya darah secara terus menerus pada diri
seorang wanita. Bisa terjadi selamanya, bisa pula berhenti dalam beberapa
waktu. Dalil akan kemungkinan darah akan terus menerus keluar adalah hadist
‘Aisyah dalam shahih buhkari beliau berkata Fatimah bintu Abi Hubaisy berkata
Rasulullah bersabda :
“wahai Rasulullah sesungguhnya aku wanita yang tidak pernah
mengalami masa suci” (dalam riwayat yang lain); sesungguhnya aku mengalami
istihadhah dan tidak pernah suci”
Adapun dalil yang menjelaskan yang keluarnya terhenti kecuali
hanya dalam waktu yang sebentar saja adalah hadist Hammah bini Jahsyin, dimana
beliau mendatangi nabi dan berkata :
“wahai Rasulullah sesungguhnya aku mengalami istihadhah banyak
sekali “ (HR. Ahmad, Abu Dawud, At Tirmidzi dan beliau menshahihkannya. Di
nukil bahwasannya Imam Ahmad menshahihkannya dan Al Bukhari menghasankan)”
Diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu 'Anha berkata:
Fathimah binti jahsy datang kepada Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam dan
berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku wanita yang sering mengalami
istihadhah sehingga tak pernah suci, apa aku harus meninggalkan shalat?"
Beliau menjawab,

"Tidak, sesungguhnya itu hanyalah penyakit dan bukan haid. Apabila
datang haidmu maka tinggalkan shalat. Jika telah selesai maka bersihkan darah
haidmu itu (mandi) lalu shalatlah." (Muttafaq 'Alaih)
Dalam lafdz al-Bukhari, "Kemudian berwudhu'lah setiap kali shalat."
Hadits di atas menunjukkan bahwa darah istihadhah
adalah najis sehingga harus dibersihkan sebelum seorang wanita menegakkan
shalat. Karenanya wanita mustahadhah membersihkan darah dari badan dan
pakaiannya lalu berwudhu'. Ia tidak perlu menghiraukan darah yang keluar
setelah wudhu hingga menegakkan shalat, karena ia berudzur dengan mengalirnya
darah
PEMBAHASAN
Kondisi
wanita yang mengalami Istihadhah
Wanita yang mengalami istihadah ada tiga keadaan :
1. Dia memiliki massa haid yang jelas sebelum mengalami
istihadhah. Maka kondisi yang seperti ini dikembalikan kepada masa haidnya yang
sudah diketahui pada massa sebelum dia istihadhah dan di luar hari hari yang
biasa dia mengalami haid, berlaku padanya hukum wanita yang istihadhah.
Fatimah bintu Abi Hubaisy berkata : wahai Rasulullah sesungguhnya
aku mengalami istihadhah dan tidak pernah suci. Apakah aku harus meninggalkan
shalat ? beliau menjawab :
“ Tidak, sesungguhnya itu hanyalah urat (pada rahim) yang terbuka,
akan tetapi tinggalkan shalat seukuran engkau biasa mengalami haid kemudian
mandilah (haid) dan shalatlah (HR. Al Bukhari).
2. Apabila dia tidak memiliki kebiasaan haid yang jelas sebelum
dia mengalami istihadhah. Apabila dia tidak memiliki kebiasaan haid yang jelas
sebelum dia mengalami istihadhah, karena istihadhah itu berlangsung terus
menerus sejak awal keluar darah darinya.
Maka pada kondisi yang seperti ini dia beramal dengan perbedaan
kondisi darah yang keluar tersebut. dimana haidnya diperhitungkan dengan
kondisi darah yang berwarna kehitaman, atau kental atau baunya yang dengan itu
berlaku padanya hukum – hukum haid. Adapun jika cirinya tidak seperti itu maka
di hukumi darah istihadhah sehingga berlaku padanya hukum – hukum istihadhah.
Hal ini berdasarkan sabda nabi kepada Fatimah bintu Abi Hubaisy :
“ jika darah itu haid, maka sesungguhnya darahnya kehitaman dan
dikenali. Jika demikian kondisi darahnya maka tahanlah dirimu dari melakukan
shalat. Sedangkan jika kondisi darahnya tidak demikian , maka berwudhulah dan
shalatlah karena sesungguhnya itu hanyalah dari urat (rahim) yang terbuka (HR.
Abu Dawud dam An Nasa’I dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Al Hakim)
pada sanad dan matannya hadist ini ada kelemahan, akan tetapi para
ulama telah beralmal dengan hadist tersebut. dan yang demikian lebih utama
daripada mengembalikan hukum wanita yang kondisinya seperti ini kepada adat /
kebiasaan keumuman wanita.
3. Seorang yang tidak memiliki masa haid yang jelas juga dan tidak
ada perbedaan kondisi perbedaan darah yang jelas pula.
Seperti seorang yang mengalami istihadhah terus menerus sejak
pertama kali keluar darah, sedangkan sifat darahnya sama atau sifatnya kacau,
sehingga tidak mungkin di hukumi sebagai darah haid. Kondisi ini di berlakukan
padanya kondisi haid keumuman wanita.
Contoh dalam masalah ini : seorang melihat darah terus keluar pada
hari kelima bulan tersebut. kemudian darah terus keluar tanpa ada perbedaan
sifat darah yang jelas untuk bisa dihukumi sebagai darah haid, tidak dari sisi
warnanya tidak pula yang lainya. Maka haid dihitung setiap bulan selama enam
atau tujuh hari
Dalilnya adalah hadist Hamnah bintu Jahsyin dia berkata :
“wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mengalami istihadhah banyak
sekali. Bagaimana menurutmu? Aku telah terhalang dengan sebab itu dari
menuaikan shalat dan puasa”. Beliau berkata : “aku akan tunjukan padamu untuk
mengetahuinya. Gunakan kapas untuk menutup kemaluanmu karena di akan menutup
aliran darahmu” dia berkata : darah tersebut terlalu deras. Kemudian di hadist
tersebut Nabi bersabda : “sesungguhnya darah tersebut tendangan – tendangan
syaitan, maka massa haidmu enam atau tujuh hari berdasarkan ilmu Allah Ta’ala.
Kemudian mandilah jika engkau melihat dirimu sudah bersih (dari haidmu) dan
berpuasalah” (HR.Ahmad, Abu Dawud, At Tirmidzi dan beliau menshahihkannya. Di
nukilkan bahwasannya Imam Ahmad menshahihkanya dan Al Bukhari menghasankannya)”
Kondisi
yang mirip dengan Orang terkena Istihadhah.
Terkadang terjadi pada seorang wanita suatu sebab yang
mengharuskan mengalir darah dari kemaluanya, seperti akibat oprasi rahim atau
sebab lainya. Keadaan ini ada dua macam :
1. diketahui bahwa wanita tersebut tidak akan mengalami haid lagi
sesudah oprasi. Misal : jika oprasi itu beruapa untuk pengangkatan rahim atau
memutus salauran (vasektomi) sehingga tidak ada lagi darah yang mengalir dari
rahim, Maka kondisi seperti itu tidak diberlakukan padanya hukum istihadhah.
Yang diberlakukan padanya hukum orang yang melihat warna kuning atau keruh atau
basah sesudah masuk massa suci.
Maka dia tidak boleh meninggalkan shalat, puasa, tidak pula
terlarang menggaulinya, dan tidak wajib baginya mandi karena keluarnya darah
tersebut. akan tetapi yang harus di lakukan ketika hendak shalat adalah mencuci
darah dan menyumbat kemaluannya dengan kain atau semacamnya untuk mencegah
keluarnya darah, kemudian berwudhu untuk shalat. Dia tidak berwudu kecuali
sesudah masuk waktu shalat jika.
2. tidak bisa di pastikan dia tidak akan haid lagi sesudah
operasi. Bahkan mungkin dia akan mengalami haid lagi. Maka kondisi ini,
hukumnya hukum wanita yang mengalami istihadhah.Rasulullah bersabda kepada
Fatimah bintu Abi Hubaisy :
“ Darah tersebut sesungguhnya bukan haid. Jika telah tiba massa
haidmu maka tinnggalkan shalat (HR. Al Bukhari)
Hukum
hukum yang terkait dengan Istihadhah
Adapun hukum hukum istihadhah maka berlaku padanya hukum – hukum
suci. Tidak ada perbedaan antara seorang wanita yang mengalami istihadhah
dengan wanita – wanita yang dalam massa suci kecuali dalam perkara – perkara
berikut ini :
1. Wajib baginya berwudhu untuk setiap shalat berdasarkan sabda
Nabi kepada Fatimah Bintu Abis Hubaisy ;
“ kemudian wudhu’lah engkau setiap kali hendak shalat “ (HR. Al
Bukhari )
Makna perintah beliau : bahwa tidak boleh dia berwudhu untuk
shalat yang sudah ditentukan waktu (shalat lima waktu ) kecuali sesudah masuk
waktu shalat tersebut. adapun bukan shalat yang telah ditetapkan waktunya, maka
dia berwudhu ketika hendak melakukan shalat tersebut.
2. wajib baginya untuk mencuci bekas bekas darahnya ketika hendak
berwudhu, kemudian menyumbat kemaluanya dengan kapas untuk menahan keluarnya
darah. Hal ini berdasarkan sabda nabi kepada Hamnah bintu Jahsyin:
“ aku arahkan agar kamu menggunakan kapas, karena dia akan bisa
menahan darah” dia berkata sesungguhnya alirannya deras sekali. Beliau bersabda
: “ kalau begitu pakailah kain.” Dia berkata masih terlalu deras. Beliau
bersabda ikatlah dengan kuat ( Al Hadist, diriwayatkan oleh Abu dawud kitabut
thaharah N0.281, At Tirmidzi, kitabut thaharah (128) dan Ahmad (6/282) )
Jika cara – cara di atas sudah ditempuh, tapi darah tetap darah
tetap keluar. Nabi bersabda kepada Fatimah bitu Abi Hubaisy :
“ tinggalkanlah shalat selama hari – hari haidmu, kemudian
mandilah dan lakukan wudhu untuk setiap kali hendak shalat, kemudian shalatlah
walaupun darah tetap keluat dan menetes di alas shalat “ (HR. Ahmad (6/42) dan
Ibnu Majah (kitabut thaharah, 624))
Istihadhah
4/
5
Oleh
sandy